Gayung Air Milik Ibu
Seorang anak yang tengah
tak sabar menunggu hujan reda
sambil mengusap matanya yang lelah
melerai harapan dan kenyataan dalam hidupnya
yang selalu baku hantam
Mulai menerjang hujan, terus berjalan di sebuah lorong lengang
dan mulai membaca sajak ini:
Mengapa rindu ini adalah air segayung?
yang disiram oleh tangan tak kelihatan membuyarkan lamunanku yang hampa
Air segayung persis seperti suatu pagi yang dulu
kau siram sekenanya
Ketika matahari sudah sinis mengintip
Lonceng sekolah sudah tiga kali teriak memanggil
Pada aku yang masih mendengkur di balik selimut.
Mengapa begitu menggentarkan dadaku?
Apakah hari ini masih saja lalai
menerjemahkan beribu-ribu cinta yang
kauutarakan dengan bahasamu?
Ibu, kau lebih tahu
lalaiku ataupun segala yang kulakukan
selalu berlandas pada ingatan yang tak pernah lupa: cita dan cinta yang pernah kutulis pada lembar intensi doamu,
walau luka sering terberi tanpa dahulu beri peringatan.
Ibu, Izinkan aku meminjam gayungmu
'tuk menampung air mata ini
barangkali bisa jadi mata air
penghapus dahaga di jalan pulang.
(Pada sebuah Maret yang cerewet, kau bentak aku : jangan lagi lelet!)
(13 Maret 2022)
Mario D. E. Kali, lahir di Kinbana, Belu, Timor, Nusa Tenggara Timur. Saat ini berdomisili di Sewowoto, Inerie, Ngada, Nusa Tenggara Timur. Ia sedang mengabdi sebagai tenaga administrasi sekolah pada SDI Sewowoto. Mulai tekun menulis puisi dan cerpen sejak di bangku kelas 11 SMA sampai saat ini. Buku puisi pertamanya berjudul "Tanda Mata" (Teras Budaya Jakarta, 2020).
No WA_ 082145392519. Facebook_ Mario Kali